Pernahkah melihat ada orang yang tiba-tiba pergi tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu jika dia akan meninggalkan orang-orang di sekelilingnya? Sebuah berita tentang artis senior yang meninggal mendadak tanpa sakit dan pergi meninggalkan keluarganya memberi sebuah pelajaran kepada kita khususnya saya bahwa dalam hidup ini tidak ada yang abadi.
Setiap manusia harus siap dengan kematian. Kematian adalah sebuah kepastian, tidak ada tawar menawar tentang hal ini. Semua yang bernyawa pasti akan mati. Bagi saya sebagai umat islam, bukan kematian yang harus ditakuti, namun saya takut manakala saat Allah SWT memanggil dan tidak membawa bekal apapun untuk dibawa ke kehidupan kekal di akhirat kelak.
Saya sering melihat jejak kebaikan pada orang-orang yang sudah meninggal. Meskipun mereka sudah tiada di dunia namun karya dan jejak kebaikannya masih dirasakan banyak orang. Umur kebaikannya lebih panjang daripada umur biologisnya. Banyak orang masih mengingat dan mengenangnya. Sungguh sebuah akhir hidup yang mengagumkan.
Bicara tentang waktu yang fana dan kenangan abadi kepada seseorang yang memiliki kebaikan melimpah, saya jadi teringat pada sebuah buku yang pernah saya baca yaitu The Art Of Giving Back Karangan Nila Tanzil. Buku yang bagus dan penuh pesan moral dalam setiap cerita yang diurai kepada setiap pembacanya untuk tidak lelah dalam menebar kebaikan kapan dan dimanapun berada.
Berbuat Baik Itu Tanpa Syarat Tanpa Tapi
“Meskipun sedang dalam posisi kekurangan, kita tidak harus berhenti memberikan sedekah kepada orang lain. Meskipun sedang dalam posisi membutuhkan bantuan, kita jangan sampai berhenti membantu orang lain.” The Art Of Giving Back p.25
Buku ini mengawali kisah tentang kehidupan biksu di Myanmar yang selalu menebar kebaikan dalam setiap langkah kehidupannya. Berkat kebaikannya mereka dicintai dan selalu dirindukan kehadirannya. Kebaikan itu pulalah yang mendatangkan beribu kebaikan dalam hidup para biksu ini,
Berbuat baik tidak memandang waktu dan tempat. Saat ingin berbuat baik tidak harus menunggu memiliki sesuatu yang besar dan sempurna terlebih dahulu. Seringkali kita akan dikenang oleh orang lain melalui sebuah kebaikan kecil yang kita lakukan. Saat kita memberi bantuan yang menurut kita itu adalah hal biasa akan tetapi menjadi sesuatu yang spesial dan luar biasa manakala orang yang menerima sedang dalam posisi sangat membutuhkan.
Saya masih ingat cerita seorang teman yang naik angkot dan di dalamnya ada seorang ibu. Sang ibu ternyata tidak memiliki uang kecil dan sang supir tidak memiliki uang kembalian. Teman saya memberikan kekurangannya senilai 2 ribu rupiah. Padahal dia pun tidak membawa uang cash banyak saat itu. Ibu tersebut berterima kasih pada teman saya. Setelah kejadian tersebut waktu berlalu dan nampaknya teman saya juga sudah melupakan peristiwa tersebut.
Sampai suatu waktu, saat berada di depan kasir supermarket. Teman saya kebingungan saat akan membayar belanjaannya, HP nya mati dan dompet tertinggal. Coba bayangkan bagaimana dia panik dan merasa tidak enak hati pada petugas kasir. Tiba-tiba dari arah belakang ada seorang ibu yang berkata pada petugas kasir bahwa dia akan membayar belanjaan teman saya. Tentu saja teman saya terkejut karena jumlahnya tidak sedikit. Ternyata ibu tersebut adalah ibu yang ditolongnya saat di angkot. Dia kembali mengucapkan terima kasih kepada teman saya padahal jumlahnya hanya 2 ribu rupiah.
Memberi dan diberi itu seperti sebuah putaran dalam kehidupan dimana pada satu titik akan bertemu.
Sikap Murah Hati
Generosity atau sikap dermawan dan murah hati merupakan sebuah sikap kebaikan hati. Saat memberi tanpa perhitungan harus menerima setara dari orang yang diberi akan memunculkan sebuah kebahagiaan dari ikhlas dan pamrih. Coba bayangkan betapa repotnya kita memikirkan imbal jasa dari sesuatu yang kita beri pada orang lain. Jika ternyata mereka tidak membalas pemberian yang sudah kita berikan apa yang dirasakan? Tentu saja perasaan kecewa dan menyesal sudah memberi. Sehingga semakin banyak memberi akan semakin kecewa manakala yang diberi tidak memberi umpan balik. Apakah bahagia dengan kehidupan seperti itu? Tentu saja tidak.
Namun saat memberi dengan tanpa berharap imbalan jasa rasanya akan menjadi sebuah kelegaan hati dan jiwa. Berbagi kepada sesama akan meluaskan pengalaman hidup dan mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Sikap memberi dan berbagi bukan tentang sesuatu yang sifatnya transaksional namun belajar tentang menemukan kebahagiaan.
“Dan mereka jadi bagian keluarga kami sekaligus salah satu sumber kebahagiaanku. Mereka pikir aku membantu mereka, tetapi sebaliknya, justru merekalah yang membantuku. Mereka mengajariku banyak hal tentang sisi kehidupan yang tidak aku ketahui sebelumnya.” The Art Of Giving Back p.36
Kebaikan Itu Menular
“The Act of Giving inspires a million acts of giving.” The Art Of Giving Back p.41
Seringkali seseorang melakukan kebaikan terinspirasi dari kebaikan yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya. Seolah-olah ada sebuah perbandingan dalam pikirannya yang mengatakan bahwa mereka saja bisa berbuat kebaikan seperti itu kenapa saya tidak bisa melakukannya. Kebaikan seringkali menjadi motivasi bagi orang lain untuk mengikuti apa yang sudah dilakukannya. Saya pun pernah merasakan hal yang sama, ibu saya memiliki kebiasaan membagikan makanan sehari menjelang hari raya tiba. Saat saya kecil seringkali diminta ibu mengirim rantang ke tetangga terdekat dan ke saudara di sekeliling rumah.
Rantang tersebut berisi masakan hari raya yaitu nasi, daging, sambal goreng kentang dan ayam opor. Senang sekali saat saya membagikan rantang-rantang berisi makanan tersebut. Apalagi saat tuan rumah yang menerima rantang memberi makanan kecil atau permen kepada saya. Sekarang saat saya sudah menjadi seorang ibu saya pun melakukan hal yang sama meskipun tidak sebanyak ibu saya lakukan. Entahlah, rasanya saya ingin mengikuti jejak ibu untuk saling berkirim makanan. Ada kepuasan tersendiri saat mengikuti jejak kebaikan ibu di masa lalu.
Dalam buku The Art Of Giving Back ini penulis bercerita bahwa dari sebuah kisah perjalanan dia bisa mengambil hikmah di dalamnya. Saat seseorang yang dibantu olehnya mengucapkan beribu terima kasih karena bantuannya namun dia merasa bukan dia yang membantu. Dia merasakan bahwa orang yang dibantunya lah yang membantunya, membantu menemukan inspirasi kebaikan yang ingin juga dilakukan olehnya. Dari kejadian tersebut penulis buku ini tersadar bahwa berbagi itu bisa dilakukan dengan mudah dan dari hal-hal sederhana. Dari inspirasi kebaikan itulah tercipta sebuah kebaikan lainnya.
Betul kan bahwa kebaikan itu menular.
Bahagia Itu Bukan Hanya Materi
“Ada berbagai cara untuk berbuat baik. Ada banyak cara untuk melakukan perubahan. Mulailah dari diri sendiri. Percaya deh, hal kecil yang dijalankan dengan sepenuh hati niscaya akan membawa perubahan besar.” The Art Of Giving Back p.71
Saat membaca buku The Art Of Giving Back saya sampai pada kesimpulan bahwa bahagia itu bukan hanya dinilai dari materi. Penulis buku ini rela meninggalkan pekerjaannya yang sangat mapan di Jakarta untuk membangun taman bacaan di Labuan Bajo. Dengan keputusannya ini berarti dia sudah tidak berpenghasilan lagi kan, mungkin jika menyandarkan kebahagiaan dari sisi materi dia tidak akan bahagia. Tapi ternyata karena sebuah kebaikan yang dilakukannya mampu menciptakan kebahagiaan berlipat-lipat ganda. Taman bacaan Pelangi berkembang dari tahun 2009 dari 1 aman bacaan menjadi 100 perpustakaan yang tersebar di 17 pulau di Indonesia Timur dengan koleksi minimal 1.250 hingga 3000 buku di setiap perpustakaannya. Taman Bacaan Pelangi mendapatkan support dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam dan luar negeri. Luar Biasa. Kerja keras, pantang menyerah demi mengabdi pada sebuah kebaikan.
Berbisnis dan Beramal
“Aku ingin orang berlibur tidak sekedar foto-foto cantik, lalu mengunggahnya ke media sosial. Namun, mereka bisa berkontribusi untuk memajukan kualitas pendidikan di daerah yang dikunjungi.” The Art Of Giving Back p.86
Berbisnis sekaligus beramal ternyata bisa banget yaa disatukan dalam sebuah usaha. Dari sebuah bisnis travel bisa dikombinasikan dengan kegiatan sosial. Sebuah kisah yang ditulis dalam buku The Art Of Giving Back ini menceritakan bagaimana bisnis travel bisa dipadukan dengan kegiatan sosial. Dalam paket travel yang ditawarkan ada agenda mengunjungi Taman Bacaan pelangi dan para turis berkomunikasi dengan anak-anak pengguna perpustakaan. Keuntungan dari bisnis travel ini digunakan untuk kemajuan Taman bacaan Pelangi. Berkat pertemanannya yang luas, penulis berhasil mendapatkan banyak klien. Tentu saja ini bisa untuk lebih memajukan lagi taman bacaan yang dikelolanya..
Travel Spark adalah nama bisnisnya.
Duh membaca kisahnya saya jadi punya mimpi nih, bisa gak yaa dari bisnis yang saya rintis menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Saya punya mimpi memiliki taman baca juga dan membuat perpustakaan mini di rumah yang bisa diakses oleh masyarakat sekitar. Seru kali yaa….Semoga saja suatu saat nanti bisa menjadi kenyataan.
Travelling Itu Bukan Hanya keliling-Keliling
“Travelling membuat kita kaya akan pengalaman, membuka cakrawala kita akan kebudayaan yang beraneka ragam, membuat kita lebih mengenal diri sendiri dan masih banyak hal positif lainnya.”The Art Of Giving Back p.89
Membaca kisah di bagian perjalanan dari buku ini ternyata travelling itu lebih dari sekedar berkunjung dan berkeliling melihat lihat. Ada satu pelajaran yang bisa saya ambil yaitu berbaurlah, berkomunikasi dan berkenalan dengan penduduk setempat di daerah dimana kita berkunjung. Saat-saat itulah sebagai travelers kita bisa mendapat pengetahuan dan pengalaman baru mengenal orang dari berbagai daerah yang dikunjungi sekaligus bisa melakukan berbagai kebaikan kepada mereka.
Saya jadi ingat saat berkunjung ke Padang saya sempat berkeliling dan berjalan-jalan ke sekitar wilayah dekat hotel tempat menginap. Saya bertemu dengan petugas stasiun kereta Basko di Padang dan berbincang banyak hal. Dari beliau saya jadi tau destinasi wisata dan tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi selama berada di padang. Rute kereta api yang bisa dilalui dari stasiun ini. Saya jadi tahu oh ternyata di Padang juga ada kereta ya hahaha…kudet juga ya saya. Naah kalau tidak ngobrol dan kenalan tidak akan tau kaan informasi ini. Jadi betul juga apa yang dikatakan di buku ini.
Bagaimana Agar Bisa Berbagi?
Berbagi itu bisa dalam bentuk apapun. Berbagi tidak harus dengan barang mahal agar bisa berbagi. Barang apapun bisa menjadi sebuah media untuk bisa berbagi. Berbagi tidak harus selalu dalam bentuk uang.
“Kebaikan akan selalu menyertai orang-orang yang suka berbagi.”The Art Of Giving Back p.112
Saat melakukan travelling, membiasakan diri untuk berbagi bisa dilakukan dengan menyisipkan hal-hal kecil di dalam keseharian kita. Penulis buku The Art of Giving Back terbiasa membawa souvenir khas Indonesia saat bepergian. Meskipun hanya sebuah souvenir kecil akan tetapi orang yang diberi tampak sumringah bahagia. Saya pun jadi ingat saat berkunjung ke Eropa kami membawa oleh-oleh khas Indonesia untuk dibagikan kepada delegasi kesenian dari negara lain yang juga ikut serta dalam festival budaya yang sama. Aneka ragam souvenir yang saya bawa saat itu dan harganya tidak mahal namun unik dan khas Indonesia.
Saat berbagi harus memiliki keyakinan bahwa kebiasaan berbagi akan membuahkan cerita manis yang menyentuh hati. Di dalam buku ini juga dibagikan beberapa ide untuk memulai cara berbagi.
Beneran deh…buku ini memberi inspirasi untuk selalu berbagi dan membiasakan sikap murah hati. Sikap selalu ingin berbagi adalah salah satu cara untuk menabung kebaikan sebagai bekal kehidupan.
Detail Buku:
Judul : The Art of Giving back : Seni berbagi kebaikan
Penerbit: : B First
Kota terbit: : Yogyakarta
Tahun terbit : 2018
Deskripsi Fisik : viii, 120 hlm. : ilustrasi ; 20 cm
Bahasa : Indonesia
ISBN/ISSN : 978-602-426-103-0