Hampir semua manusia pada umumnya pernah membeli sebuah barang atau jasa. Membeli barang dan jasa memang hak yang dimiliki oleh seseorang. Tidak ada yang bisa melarang seseorang mau membeli barang apapun sepanjang uang yang dimiliki adalah miliknya sendiri. Namun, kita hendaknya memiliki sebuah penilaian ketika akan membeli barang atau jasa yaitu apakah barang yang akan kita beli tersebut benar-benar sesuatu yang kita butuhkan atau hanya sekedar keinginan diri kita saja? Alasan membeli barang hendaknya benar-benar dipikirkan secara seksama sehingga kondisi keuangan kita selalu berada pada level sehat dan aman.
Pernahkah kita merasa menyesal saat membeli sebuah barang karena ternyata barang tersebut tidak begitu terpakai atau bermanfaat bagi kita? Atau pernahkan kita membeli sesuatu dan harganya di atas batas limit yang sudah kita tentukan? Jika kita pernah mengalaminya berarti ada sesuatu yang salah dalam tata kelola alasan membeli barang yang kita lakukan. Kita sudah membeli sesuatu yang lebih diinginkan daripada dibutuhkan. Membeli barang dengan alasan keinginan memang mempunyai resiko lebih besar dan berdampak pada kesehatan keuangan kita dibandingkan membeli atas dasar kebutuhan.
Pada umumnya ketika seseorang memutuskan untuk membeli sesuatu barang atau jasa selalu ada alasan yang menyebabkan pembelian itu terjadi. Menurut pakar manajemen keuangan Safir Senduk setidaknya ada lima alasan membeli yang dilakukan oleh seseorang.
Merasa Butuh
Alasan membeli barang yang dilakukan oleh kita sebagai konsumen adalah merasa butuh. Mengapa demikian ? Bukankah memang betul bahwa pada saat membeli barang hendaknya barang tersebut adalah yang dibutuhkan. Coba cermati kondisi ini, seringkali seseorang yang awalnya merasa tidak begitu membutuhkan sesuatu barang pada akhirnya membeli karena tergiring oleh ajakan penjual atau rayuan iklan yang menghampirinya. Sehingga setelah digiring oleh iklan dan bujuk rayu penjual kita menjadi merasa membutuhkan barang yang pada awalnya tidak merasa dibutuhkan.
Kita sebagai konsumen menjadi merasa butuh padahal sebenarnya tidak butuh-butuh amat terhadap barang tersebut. Hal ini terjadi karena kita tergiur oleh bujuk rayu penjual atau iklan yang ditawarkan. Penjual tidak salah karena memang itu sudah tugas dan kewajibannya untuk menawarkan barang yang dijualnya agar dibeli oleh konsumen. Ketika konsumen membeli maka tugas mereka berhasil.
Proses marketing dalam penjualan barang dan jasa adalah hal yang lumrah dilakukan. Dalam hal ini kita sebagai konsumen hendaknya memiliki kendali penuh atas gencarnya iklan dan ajakan untuk membeli dari penjual. Kita harus memiliki sebuah komitmen bahwa kebutuhan yang kita miliki ditentukan oleh diri kita sendiri bukan oleh orang lain. Bertanya pada hati dan nurani kita apakah barang yang ditawarkan tersebut benar-benar kita butuhkan? Pakailah logika berpikir kita dan tidak membiarkan emosi menguasai.
Fear Of Missing Out (FOMO) : Takut Kehilangan Momen
FOMO adalah alasan membeli barang selanjutnya yang biasanya berhasil menjebak kita untuk membeli barang yang ditawarkan.Fear of missing out ini diciptakan oleh penjual bahwa jika kita tidak membeli hari ini maka kita akan kehilangan barang tersebut atau kita akan mengalami kerugian karena tidak berhasil mmemilikinya pada saat yang tepat menurut si penjual. Contoh paling kongkrit aktivitas FOMO dalam hal tawaran pembelian adalah discount harga. Mungkin diantara kita pernah melihat atau mendapatkan penawaran diskon harga pada jangka waktu tertentu dengan total diskon yang besar dan hanya berlaku di hari dan tanggal tertentu.
Penjual akan menggiring opini pembeli bahwa jika kita tidak membelinya maka akan rugi karena melewatkan momen diskon tersebut begitu saja. Padahal sejatinya kita sudah melakukan pemborosan karena membeli barang yang sebetulnya tidak dibutuhkan. Alasan membeli barang yang kita buat hanya karena tergiur diskon saja. Melakukan sikap boros sama sekali tidak memberi keuntungan kepada kita bahkan sejatinya kita rugi.
Bagaimana agar kita tidak terjebak dalam aktivitas FOMO ini ? Sadarilah bahwa pada saat itu toko atau penjual sedang melakukan FOMO terhadap kita. Sadari dengan sebenar-benarnya sadar. Tanyalah ke dalam diri kita sendiri apakah barang yang ditawarkan tersebut benar-benar dibutuhkan.
Values (Nilai-Nilai )
Setiap orang memiliki value atau nilai-nilai yang diyakini dalam hidupnya. Setiap nilai yang ada tersebut memiliki rating nilainya sendiri. Nilai tersebut akan tersusun mulai dari yang paling tinggi hingga ke yang paling rendah. Semaki tinggi nilai tersebut kita tempatkan skalanya maka nilai tersebut akan semakin penting dalam hidup kita. Sebaliknya, jika nilai tersebut ada di paling bawah maka nilai tersebut tidak dipandang penting dalam hidup kita.
Masalahnya jika berhadapan dengan barang dan jasa yang dipandang memiliki nilai atau value yang penting dalam kehidupan seseorang maka dia akan membelinya. Orang cenderung boros jika membeli barang yang menurutnya penting. Dan keadaan akan berlaku sebaliknya, jika barang dan jasa yang ditawarkan kepada nya memiliki nilai value yang kecil maka seseorang akan cenderung pelit dan berpikir seribu kali untuk membelinya.
Kita mengambil contoh pada orang tua yang menganggap pendidikan memiliki nilai value yang besar dan penting untuk kehidupan masa depan anaknya. Orang tua tersebut akan menyiapkan berapapun dana yang dibutuhkan agar anaknya bisa sekolah. Atau seseorang yang memiliki value penting terhadap hobinya yaitu memelihara ikan koi namun tetap kita harus punya batasan berapa dana yang bisa kita keluarkan untuk hobi tersebut agar tidak over budget.
Values yang dimiliki biasanya hal-hal yang bersifat baik namun kita tetap harus mempunyai kendali terhadap value yang kita miliki. Mengendalikan value yang kita miliki dimaksudkan agar mudah menentukan mana yang bisa dibeli dan mana yang tidak.
Right Brain Dominan
Dominasi otak kanan sangat berpengaruh kepada pengambilan keputusan tentang keuangan. Seperti kita ketahui bahwa manusia itu memiliki 2 sisi otak yaitu otak kiri dan otak kanan. Pada seseorang dengan dominasi otak kiri maka dia akan cenderung bermain logika dan sistematis. Sedangkan pada seseorang dengan dominasi otak kanan maka dia akan cenderung memiliki insting kuat, menyukai hal-hal yang out of the box dan kreatif.
Seseorang dengan dominan otak kiri maka hidupnya akan lurus dan segala sesuatu harus sesuai dnegan aturan yang berlaku. Hal ini tidak berlaku bagi orang yang dominasi otak kanan , dia akan lebih fleksibel. Namun, dalam hal pengaturan keuangan harus diakui bahwa si otak kiri lebih bisa mengatur dan mengendalikan pengaturan keuangannya. Si otak kiri bisa membedakan mana yang dibutuhkan dan mana yang tidak. Sementara si otak kanan , dia tidak bisa melakukan itu. Si otak kanan akan tetap membeli barang meskipun tidak dibutuhkan karena dia menginginkannya.
Bagi si otak kiri alasan membeli barang harus rasional dan memenuhi aturan yang berlaku serta penuh perhitungan. Bagi si otak kanan seringkali alasan membeli barang dipengaruhi oleh sisi emosional, malas berhitung untung rugi. Maka dalam hal ini pengelolaan keuangan marilah belajar kepada si otak kiri.
Unsur Emosi kita yang Dibangkitkan
Saat ini ada trend cara menjual yang dinamakan hypnosis selling yaitu cara menjual dengan memberikan narasi yang membangkitkan emosi pada diri si pembeli. Alasan membeli barang pada si pembeli bukan lagi karena kualitas dan kondisi barang yang akan dibeli namun lebih kepada kepuasan emosi yang didapatkannya dari si penjual. Contohnya adalah pada saat pembeli mencoba baju yang akan dibelinya maka di penjual tidak akan menjelaskan kualitas bahan baju dan keunggulan dari sisi produknya, namun cukup dengan memuji pembeli bahwa dengan memakai baju itu si pembeli terlihat lebih ganteng, smart dan gagah. Tiga kalimat sakti itu akan membuat si pembeli terbius dan senang karena mendapat pujian.
Calon pembeli menjadi lebih percaya diri, senang dan bahagia sehingga memutuskan untuk membeli baju tersebut. Meskipun sebenarnya baju tersebut tidak dibutuhkan oleh pembeli tersebut namun karena merasa bahagia sudah diberi pujian maka dia memutuskan untuk membelinya. Saran terbaik untuk kita jika sedang berada dalam kondisi dibangkitkan emosi oleh penjual maka segeralah sadari bahwa yang sedang bermain di sini adalah emosi bukan logika kita. Segera kembali ke alam sadar kita dan lakukan list ulang apakah kita benar-benar membutuhkan barang tersebut?
Mari kita cermati dan pahami lima alasan membeli di atas. Apakah kita pernah mengalaminya? Yuu bijak dalam membeli barang untuk kesehatan finansial kita bersama.