Sepenggal Kisah Ibu Bekerja: Tetap Bahagia Meski Waktu Kami Habis Di Jalan

kisah ibu bekerja

Sekitar tahun 2009 hingga 2019 sepuluh tahun lamanya kami tinggal di Nyalindung sementara saya bekerja di Cibadak dan anak-anak sekolah di Cisaat. Bayangkan betapa jauhnya jarak yang harus kami tempuh setiap hari saat harus pulang pergi berangkat dan pulang dari tempat kerja dan sekolah. Jika mengingat masa-masa itu waah rasanya cape membayangkannya, tapi saat menjalani yaa seru-seru saja. Namun ternyata ada kenangan manis dan pelajaran berharga yang bisa kami ambil dari masa-masa itu. Apa yang dirasakan adalah tetap bahagia meski waktu kami habis di jalan.

 

Pagi-Pagi Itu harus Bergas

Pagi adalah waktu tersibuk yang saya bersama anak-anak lewati setiap hari. Jam enam pagi adalah saatnya saya dan anak-anak berangkat dari rumah tidak boleh ada tawar menawar lagi, jika tidak ingin terlambat masuk sekolah. Amannya sih jam 5 lebih 45 atau jam enam kurang lima belas menit waktu kami berangkat jika ingin sedikit lebih santai. 

Saya sudah mulai membangunkan  anak-anak dari jam setengah  lima, biasanya mereka baru benar-benar on itu jam lima. Begitu bangun langsung mandi pagi, rutin mandi pagi kami rasakan sekali manfaatnya karena ke badan jadi segar dan memulai aktivitas pagi dengan semangat. Saya sendiri harus sudah bangun jam empat atau setengah empat untuk beres-beres dan menyiapkan bekal sarapan. Menyiapkan baju seragam dan mengingatkan anak-anak agar tidak tertinggal buku pelajaran pada hari tersebut. Sudah tidak terhitung berapa kilometer saya bolak-balik mengitari seluruh rumah hehehe…lebay yaa..tapi ya memang begitu kenyataannya. Naik ke lantai dua menjemur baju terlebih dahulu, turun lagi ke lantai dasar menuju dapur untuk memasak. 

Belum lagi menyiapkan pesanan herba mitra-mitra saya yang sekalian saya bawa saat perjalanan menuju ke tempat kerja. Sebenarnya kalau urusan pesanan herba HNI ini sudah saya siapkan di malam hari jadi saya tinggal merapikan saja dimasukkan ke dalam dus. Tidak lupa bekal sarapan untuk kami makan di dalam mobil saat perjalanan menuju sekolah. 

Anak-anak sudah bangun mereka langsung mandi, siap-siap memakai baju seragam dan sepatu. Saya dan anak-anak setiap hari diantar oleh supir yang menemani hingga kami pulang kembali. Suami berangkat sendiri karena biasanya jadwal kerjanya tidak sama dengan jadwal saya dan anak-anak. A Iki supir keluarga sudah datang dari jam setengah enam, dia menyiapkan mobil dan segala keperluan kendaraan memastikan semuanya oke sebelum berangkat.

Daan…saat tiba waktunya jam enam saya pun memanggil anak-anak untuk segera berangkat….Ah rasanya lega sekali saat mobil sudah melesat menuju jalanan itu tandanya petualangan pagi telah dimulai. 

Memintasi Jalanan Setiap Hari

Jarak tempuh Nyalindung-Cibadak adalah 36 km, sementara jarak tempuh Nyalindung – Cisaat adalah 25 km. Jarak tempuh yang cukup jauh sehingga saya sendiri jika ditotal menempuh jarak 74 km dan anak-anak menempuh jarak 50 km. Jika berangkat dari Nyalindung biasanya A Iki akan mengantarkan anak-anak dulu ke sekolahnya di Cisaat menempuh rute Nyalindung- Terminal Jubleg – Baros – Jalan Rambay – Jalan Nasional Sukabumi terakhir belok ke kanan menuju jalan Cikiray. Anak-anak bersekolah di SDIT Adzkia. Perjalanan dari Nyalindung menuju Baros relatif lancar bahkan sangat lancar, maklum jalan Nyalindung itu bebas macet karena memang bukan jalan utama yang dilalui banyak kendaraan. Jalanan mulai terasa tersendat saat akan memasuki jalan Cikiray menuju sekolahan anak-anak. Duuh macetnya itu karena banyaknya murid-murid diantar dengan mobil oleh orang tuanya ditambah dengan mobil jemputan, sementara jalan Cikiray itu kondisi jalannya  sempit. 

Seringkali, saat melewati jalan itulah hati saya kebat-kebit takut anak-anak kesiangan. Tidak jarang kami turun dari mobil dan berjalan menuju sekolah jika jaraknya sudah tidak jauh lagi tapi mobil stuck gak bisa maju karena ramai kendaraan. Momen paling seru dan menegangkan saat itu adalah berkejaran dengan waktu karena jam 7.15 gerbang sekolah ditutup. 

Setelah selesai urusan anak-anak, tibalah saya meneruskan perjalanan menuju tempat saya bekerja di Cibadak. Perjalanan dari Cisaat ke Cibadak menempuh waktu kurang lebih tiga puluh menit jadi saya tiba di sekolah kurang lebih jam delapan pagi. Jalur Cisaat – Cibadak pas jam saya lewat memang relatif lancar. Jika melalui jalur ini asal jangan bertepatan dengan jadwal masuk dan keluar pabrik duuh kalau berbarengan dengan pekerja pabrik masuk dan bubar udah deh pasti kena macet. 

Pergi Pagi Pulang Malam, Apa Kabar Anak-Anak Saya?

Anak saya yang no satu menghabiskan masa sekolah dasarnya dengan rutinitas seperti ini. Anak saya yang kedua bahkan hingga dia menamatkan sekolah menengah pertama menjalani perjalanan seperti ini. Mungkin ada pertanyaan di benak para pembaca apakah anak-anak saya merasa kelelahan? Jawabannya tentu saja lelah sama saja dengan saya yang juga merasa cape banget. Akan tetapi semua kami jalani dengan happy dan ikhlas. 

Seringkali pulang sekolah kita jalan dulu ke Sukabumi sekedar membeli makanan ringan, makan sore  atau beli sekoteng singapore di jalan Ahmad Yani. Seringkali pula, kami janjian dengan ayahnya anak-anak di kota Sukabumi. Kami pulang bareng dan pindah mobil hehe. A iki pulang duluan ke rumah. Anak-anak hampir pasti tertidur di mobil saat perjalanan pulang. Biasanya jika jala-jalan terlebih dahulu, kita sampai ke rumah jam tujuh atau jam delapan malam. Oh iya, anak-anak pulang sekolah jam empat dan mereka akan menunggu saya di masjid Raudhatul Irfan. Saya menggunakan ojek online menuju tempat bertemu dengan anak-anak, maklum kalau sore itu pasti macet karena berbarengan dengan bubaran pabrik. 

Ternyata, di balik padatnya aktivitas saya dan anak-anak setiap hari ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dan sangat bermanfaat di kemudian hari baik untuk saya sebagai wanita dan ibu maupun anak-anak. 

  • Menemukan Waktu Untuk Deep Talk

Setiap hari berada di mobil saat berangkat sekolah saya jadi banyak waktu untuk ngobrol dan mendengarkan cerita anak-anak di sepanjang perjalanan. Setelah selesai menghabiskan sarapannya, mereka biasa bercerita tentang apapun kejadian di sekolah. Tidak lupa saya mengecek pekerjaan rumah alias PR khawatir ada PR dan terlewat. Jika ternyata masih ada tugas yang belum dikerjakan maka saya mendampingi anak-anak mengerjakan PR nya. 

Namun, syukurlah sekolah anak saya tidak banyak PR karena jam belajar yang panjang rasanya sudah cukup waktu untuk belajar jadi gak usah ada PR laah. Dari semua kegiatan di perjalanan  menuju sekolah deep talk adalah momen paling saya suka. Anak-anak suka curhat dan meminta pendapat ibunya ya pas saat-saat di perjalanan ini. 

  • Fokus Di Waktu Istirahat

Setiap hari kegiatan padat menyapa saya dan anak-anak dari pagi hingga sore bahkan malam hari sehingga begitu sampai rumah yang kami lakukan adalah bersih-bersih, sholat dan bersiap tidur.  Kami merasa dengan padatnya kegiatan waktu istirahat menjadi teratur dan tidur dengan benar-benar pulas karena capee hehe. Sampai rumah yang dirindukan adalah bantal hahaha. 

Hampir tidak pernah tidur di atas jam sepuluh karena memang sudah lelah sehingga jam tidur kami optimal tidur jam sembilan bangun jam empat, anak-anak bangun jam lima jadi cukup istirahat selama delapan jam. Ada jeda waktu sekitar 2 sampai 3 jam dari sampai di rumah hingga menuju waktu tidur yang kami manfaatkan untuk mandi, bersih-bersih, solat, berkegiatan pribadi tidak lupa anak-anak menyiapkan buku pelajaran untuk esok hari. 

  • Belajar Manajemen Waktu

Rutinitas setiap hari yang mengharuskan saya dan anak-anak berangkat pagi tidak boleh terlambat menjadikan kami belajar bagaimana mengatur waktu dengan baik. Dengan aktivitas harian seperti ini maka mau tak mau saya dan anak-anak membuat rencana kegiatan harian. Manajemen waktu harus diterapkan dengan baik agar semua agenda tidak ada yang terlewat dan keteteran. Mulai dari bangun pagi tepat waktu, tidak boleh berleha-leha harus segera mandi dan bersiap-siap untuk pergi sekolah. 

Saya dan anak-anak merasa waktu begitu tertata step by step, tidak ada yang terbuang sedikit pun semua termanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bagaimana tidak waktu kami ada di rumah itu hanya pagi dan sore menjelang malam. Seharian full kami semua ada di sekolah dan kantor dengan rutinitas dan kesibukan masing-masing. 

  • Belajar Mengatur Emosi

Pengalaman di perjalanan menghadapi kemacetan dan berkejaran dengan waktu akhirnya membawa saya dan anak-anak menemui berbagai jenis emosi.  Kalang kabut menghadapi kemacetan dan khawatir terlambat memunculkan perasaan khawatir, gusar dan kesal. Saat lelah menyapa menghadirkan rasa lelah dan sedikit putus asa. Emang pernah merasa putus asa ? Jujur saya pernah mengalami perasaan putus asa atau lebih tepatnya jenuh menghadapi rutinitas keseharian yang begini-begini terus. Rasanya cape dan ingin istirahat sejenak. Semua perasaan tersebut hadir silih berganti.

Dengan perjuangan saya dan anak-anak belajar menata emosi agar tidak meledak-ledak di saat yang tidak tepat. Saya pahamkan kepada anak-anak bahwa tidak semua keinginan kita harus terlaksana dan sesuai dengan ekspektasi. Saat melihat jalanan macet yang perlu kita lakukan adalah menarik nafas keluarkan secara perlahan dan sadari ini adalah jalan hidup yang harus dilalui pagi ini. Jadi bersabar dan terima lah jika memang harus segera keluar dari kondisi sulit ini maka mencari jalan keluar adalah solusi terbaik. 

 

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like