Limbah elektronik semakin mengepung kita di tengah pesatnya kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang begitu pesat hal ini memberi peluang kepada para produsen dalam mengembangkan lebih banyak lagi berbagai jenis dan ragam barang elektronik. Kita ambil contoh misalnya gawai. Seperti dikutip dari laman keminfo.go.id Indonesia adalah pasar gurih untuk pangsa pasar gawai atau handphone dimana lebih dari 100 juta orang Indonesia adalah pengguna aktif smartphone. Trend teknologi smartphone yang begitu cepat berganti meningkatkan peluang penggunanya untuk berganti ke model yang lebih canggih dan lebih baru. Dengan demikian akan ada barang elektronik yang tidak digunakan lagi karena sudah ada yang baru. Hal ini berlaku pula dnegan barang elektronik lainnya.
Limbah Elektronik, apakah itu ?
Limbah elektronik tidak seperti sampah pada umumnya. Penampakannya tidak terkesan jorok seperti sampah limbah rumah tangga yang menimbulkan bau tidak sedap. Namun meski begitu limbah elektronik ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Pemerintah sudah mengatur tentang pengelolaan sampah spesifik dalam PP no 27 tahun 2020. Barang elektronik tercantum di pasal 5 ayat 2 poin C sebagai salah satu yang termasuk ke dalam limbah elektronik. Limbah elektronik atau yang lebih dikenal dengan sebutan e-waste adalah peralatan elektronik yang sudah tidak dapat digunakan, tidak terpakai atau sudah tidak diminati oleh penggunanya sehingga pengguna barang elektronik tersebut memutuskan untuk menggantinya dengan yang baru. Ketika barang elektronik tersebut sudah tidak digunakan kembali maka barang tersebut sudah menjadi sampah.
Menurut ayat 2 point C tersebut yang dimaksud dengan sampah barang elektronik adalah barang elektronik dan atau barang elektrikal yang biasa dioperasikan dengan baterai yang sudah tidak terpakai atau dibuang oleh pemilik terakhirnya. Sampah elektronik diantaranya adalah baterai kering, video kaset, recorder, antena, pemutar dvd, alat komunikasi, personal komputer, laptop, stereo system, faximile, printer, kipas angin, mesin pembersih udara, mixer, mesin pembuat roti, pemanggang roti, mesin cuci, AC, televisi, lampu dan setrika.
Kondisi E-waste di Indonesia
Pertumbuhan jumlah sampah elektronik berjalan seiring sejalan dengan perkembangan teknologi. Minat pasar yang tinggi menjadikan barang elektronik memiliki pembeli yang tidak sedikit. Kecanggihan dan fitur-fitur yang ditawarkan dari barang elektronik tersebut memberikan beragam kemudahan dan kenyaman pada kehidupan di masyarakat . Sehingga dengan demikian setiap ada pembelian barang elektronik baru, maka dipastikan akan ada sampah elektronik baru. Hal lain yang mempengaruhi jumlah sampah elektronik di Indonesia adalah belum adanya layanan reparasi dan penjualan suku cadang elektronik yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sehingga masyarakat mengalami kesulitan ketika akan memperbaiki alat elektroniknya yang rusak agar bisa digunakan kembali.
Seperti disadur dari harian Media Indonesia bahwa sampai tahun 2020 ini Indonesia menghasilkan sampah elektronik sebesar 1.862 kiloton atau sama dengan jumlah sampah dihasilkan setiap individu sebesar 6.88 kilogram. Distribusi sampah elektronik terbesar ada di pulau jawa 56% disusul oleh Sumatera 22%, Sulawesi 7%, Kalimantan Timur 6%, Maluku 1% dan Papua 2%. Bisa dipahami jika pulau Jawa menempati posisi teratas karena penduduk Indonesia banyak terkonsentrasi di pulau Jawa. Dengan besarnya angka limbah elektronik maka diperlukan langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak dari limbah tersebut.
Langkah Bijak Mengurangi Dampak Limbah Elektronik
Limbah elektronik terkategori sebagai limbah spesifik karena dampak bahaya yang ditimbulkannya bersifat jangka panjang. Sampah elektronik mengandung limbah B3 yang sangat berbahaya. B3 artinya bahan beracun berbahaya. Bahan B3 ini mengandung zat racun yang berbahaya sehingga bisa merusak lingkungan, menyebabkan gangguan kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan organisme lainnnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Zat yang terkandung dalam B3 diantaranya merkuri, timbal, kronium, kadmium,arsenik. Ada pula PVC dan senyawa polybrominated diphennylethers (PBDE) yang digunakan pada produk elektronik seperti komponen konektor, kabel atau komputer . Bahan tersebut berfungsi untuk mengurangi tingkat panas pada barang elektronik.
Bahan limbah B3 jika terkena pada makhluk hidup bisa meracuni dan menyebabkan cacat bahkan kematian. Pada tahun 1970-an ada sebuah kasus dimana bahan B3 yaitu polybrominated biphennyls (PBB) tercampur pada pakan sapi yang dikonsumsi oleh 9 juta masyarakat di Michigan. Sehingga masyarakatnya memiliki resiko 23 kali lebih tinggi terkena kanker. Bahan-bahan yang terkandung dalam limbah elektronik adalah bahan yang mengandung B3. Sehingga perlu langkah bijak untuk mengurangi efek negatif dari limbah tersebut.
Apa yang harus kita lakukan untuk mengurangi dampak e-waste ini ? Mari kita mulai dari rumah sendiri. Upaya untuk memperkecil dampak limbah elektronik ini adalah dengan memperpanjang masa pakai alat-alat elektronik yang kita miliki dan menahan diri dari kebiasaan belanja barang elektronik disaat barang yang ada di rumah masih dalam kondisi bagus. Membiasakan diri agar tidak menggunakan barang elektronik secara berlebihan. Mari kita bijak memperlakukan alat elektronika yang kita miliki. Perhatikan dengan seksama cara penggunaan yang baik dan benar. Mari kita ambil contoh pemakaian smartphone yang kita miliki agar bisa membantu mengurangi limbah elektronik dengan memperpanjang masa pakainya.
Membaca dari berbagai sumber ada beberapa tips agar smartphone kita bisa awet dan tahan lama, diantaranya adalah membeli smartphone baru disaat smartphone lama benar-benar rusak, mengecash hp tidak terlalu lama dan melebihi batas waktu yang ditentukan, mematikan fitur bluetooth jika tidak diperlukan, jangan terpapar cuaca langsung baik itu hujan, panas maupun dingin. Selain itu juga sebaiknya menghindari kabel charger murah atau palsu, rutin membersihkan lubang charger di hp, charge hp sebelum mati total dan matikan ponsel seminggu sekali dalam beberapa menit.
Menghemat baterai smartphone bisa dilakukan dengan cara mengecilkan tingkat kecerahan layar, mematikan fitur-fitur yang sedang tidak digunakan, aplikasi yang diunduh hanya aplikasi yang diperlukan, gunakan volume suara secukupnya , matikan fungsi getar jika tidak diperlukan, tidak membiarkan layar aplikasi selalu terbuka jika tidak digunakan segara tutup kembali. Hindari membuka terlalu banyak aplikasi dalam satu waktu.
Dengan merawat pemakaian smartphone dengan baik maka kita sudah ikut menjaga lingkungan dari limbah elektronik. Perawatan dan pemakaian secara bijaksana berlaku pula untuk barang elektronik yang lain. Sebagai contoh matikan lampu jika tidak digunakan, matikan televisi jika sudah selesai menonton. Jangan membiasakan mematikan televisi dalam posisi stand by karena aliran listriknya akan tetap masuk. Mematikan Ac jika tidak digunakan. Pemborosan dalam penggunaan barang elektronik secara tidak langsung kita sudah menumpuk lebih banyak sampah elektronik .
Mari kita bijak menggunakan barang elektronik yang kita miliki untuk menjaga lingkungan agar selalu terjaga.